Minggu pagi itu masih dingin dan gelap, lantunan nadhom imrity membangunkan tidur malamku. Bunyi dering telepon genggam kumal merk nokia tipe 2600, dengan lantunan syair “racun dunia” semakin menyadarkan agar aku tidak tidur kembali.
Aku mencoba meraihnya. Setelah kudapatkan, lalu kupencet tombol untuk menghentikannya. Kulihat kedepan, sebelah atas dinding jam di Aula sudah menunjukkan pukul 03.30 waktu Indonesia bagian Aswaja.
Disamping kiri kulihat beberapa santri ada yang masih tertidur. Di sebelah depan, dekat satir tampak seorang berjaket almamater warna biru tua sedang rukuk. Sebelah belakang di luar pintu, kulihat lalu-lalang santri sedang keluar untuk menuju bawah tower mengambil air wudhu. Di samping kanan depan seorang berpeci hitam bercorak batik dengan balutan koko putih sambil menggenggam microfon ditangannya, melantunkan syair karangan syaikh umar yoto.
Syair dengan bunyi, wannahwu aula awwalan ayyu’lama, idhil kalamu dhunahu layyufhama…, terdengar begitu syahdu dan fasih dilantunkan.
Sekilas kulihat dengan pandangan mataku yang masih sayu,
lelaki itu ternyata kang Syafi’i.
Pria hitam manis yang agak pendiam asal Blora tersebut kuamati dari hari- kehari, akhir-akhir ini memang dialah yang sering memulai konser perdana di sepertiga malam. Tugas kang Bahrul Ulum, yang juga seksi kerohanian semakin terbantu.
Dahulu, sebelum kang Syafi’I di beri amanat sebagai Sieroh, kerja kang Bahrul memang super ekstra berat. Dari semua rekan satu tim di sieroh, hanya dia yang kelihatan bisa optimal. Rekan Sieroh yang lain agak jarang terlihat membantu, bukannya tidak membantu, mungkin sibuk sebagai aktivis kampus dan aktivis kamar.
Dia juga semakin rajin traveling ke kamar-kamar membangunkan manusia-manusia bersarung yang masih terbuai mimpi di singgasana malam. Maklum, dia adalah seksi kerohanian baru, yang belum sebulan dilantik sebagai pengurus baru.
Dengan suaranya yang indah, fasih dan sedikit bercengkok dangdut, seringkali menggetarkan hati dan memikat santri putra dan putri datang beri’tikaf di aula menyebar benih suci di sepertiga malam, sebagai persiapan dalam berlomba-lomba membajak ladang amal untuk meningkatkan prestasi keimanan dengan melakukan ritual sholatullail.
Menurut kitab ta’lumul muta’alim, bangun disepertiga malam itu banyak mendapatkan hikmah dan karomah.
Bangun saja aja mendapatkan barokah, apalagi kalau di disi dengan kegiatan bermanfaat seperti ritual sholat tahajut dan sholat hajat yang rutin dilaksanakan secara berjamaah. Bangun di sepetiga malam untuk melaksanakan ritual tersebut memang tidak mudah, banyak godaan yang menyertai. Seksi kerohanian yang berjumlah tiga santri saja, walaupun kadang sudah optimal melaksanakan tugas membangunkan santri untuk sholat malam, kenyataannya masih saja hanya berkisar 2,3 shof yang mengisi barisan ma’mum.
Jika melihat barisan sholat malam yang sering berkurang, tidak jarang Abah kyai Masyrokhan, selaku Pengasuh pondok melakukan inspeksi mendadak dengan membangunkan santri yang masih tidur di kamar-kamar. Inspeksi mendadak dari abah yai inilah yang kadang manjur untuk mengajak bermunajat di atas karpet hijau.
Sebagai santri semestinya dapat menempatkan diri dan membagi waktu dengan baik. Banyaknya aktivitas sangat menyita banyak energi. Tentunya aktivitas yang dilakukan santri di di pondok tentu lebih banyak hal positif yang dilakukan.
Orang yang melakukan perbuatan baik tentu banyak cobaannya. Begitu juga di Pondok Pesantren Durrotu Aswaja, cobaan yang dalami santrinya juga banyak. Mulai dari penyakit, masalah kuliah, pacar, keuangan yang mungkin seret, masalah dosen dan sebagainya. Tapi yakinlah bahwa cobaan yang dialami seorang hamba yang sedang melakukan kebajikan jika mereka mampu mengatasinya Allah akan menaikkan derajatnya.
Jadi marilah kita berlomba-lomba berbuat kebajikan. Untuk meningkatkan prestasi keimanan kita perlu upaya nyata untuk mewujudkannya. Janganlah putus asa. Semangat menggarap PR surga hendaknya melekat dalam jiwa kita. Lakukanlah sesuatu yang terbaik untuk mengagapai mimpi menuju keberhasilan hidupmu.
Muhammad Noor Ahsin
Santri Ponpes Durrotu Aswaja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar