Selasa, 25 Januari 2011
Harapan Formula Baru
PERDEBATAN mengenai standar kelulusan Ujian Nasional (UN) siswa yang hanya mengutamakan nilai akademis, kini agak mereda. Baru-baru ini pemerintah meramu formula baru standar kelulusan UN yang tidak hanya mengutamakan aspek kognitif, melainkan juga mengombinasikan aspek afektif dan psikomotorik. Hal itu artinya nilai rapor kelas X hingga XII juga turut menjadi pertimbangan penentuan kelulusan siswa.
Berbagai pihak menyambut gembira formula kelulusan UN yang baru tersebut. Pihak sekolah, para guru, dan siswa tentu ikut lega mendengar informasi itu. Kebijakan tersebut seolah menjadi sinyal positif terutama bagi perkembangan pendidikan di Indonesia.
Betapa tidak. Kebijakan standar kelulusan UN yang selama ini hanya mengutamakan aspek kognitif disadari atau tidak banyak menimbulkan efek negatif yang cukup memprihatinkan.
Tertekan Pertama, secara psikologis formula kelulusan UN lama menyebabkan kondisi siswa ketika menjelang pelaksanaan UN, banyak yang merasa tertekan, karena takut jika nilainya jelek dan tidak bisa lulus. Bahkan, tidak jarang mengakibatkan depresi dan berujung bunuh diri, karena malu tidak lulus ujian.
Kedua, di pihak guru tidak jarang pula yang malah melakukan penyimpangan dengan menyabotase soal ujian dan memberikan jawaban kepada siswa didiknya.
Tentu kita masih teringat pada kasus suatu sekolah yang digerebek oleh pasukan densus 88, karena diketahui ada guru yang bertindak tidak patut dengan berusaha membetulkan jawaban UN pada lembar jawab siswa secara sengaja. Hal itu adalah sedikit dampak buruk yang ditimbulkan sistem kelulusan UN formula lama.
Dengan sistem kelulusan UN formula baru, tentu banyak pihak berharap pelaksanaan UN mendatang akan berjalan lancar dan dapat meminimalkan penyimpangan yang dilakukan guru, siswa, maupun pihak lain. Kejujuran sudah seharusnya dikedepankan dalam mengerjakan UN sebagai upaya membentuk generasi muda yang cerdas serta lebih bagus akhlak dan budi pekertinya. Semoga saja. (37)
(Tulisan di atas Pernah dimuat di koran Suara Merdeka hari Senin, 20 Desember 2010)
Muhammad Noor Ahsin, S.Pd.
Guru Bahasa dan Sastra Indonesia
di MA NU TBS Kudus
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar