Jumat, 26 Desember 2008

Membajak Ladang Amal

Minggu pagi itu masih dingin dan gelap, lantunan nadhom imrity membangunkan tidur malamku. Bunyi dering telepon genggam kumal merk nokia tipe 2600, dengan lantunan syair “racun dunia” semakin menyadarkan agar aku tidak tidur kembali.

Aku mencoba meraihnya. Setelah kudapatkan, lalu kupencet tombol untuk menghentikannya. Kulihat kedepan, sebelah atas dinding jam di Aula sudah menunjukkan pukul 03.30 waktu Indonesia bagian Aswaja.

Disamping kiri kulihat beberapa santri ada yang masih tertidur. Di sebelah depan, dekat satir tampak seorang berjaket almamater warna biru tua sedang rukuk. Sebelah belakang di luar pintu, kulihat lalu-lalang santri sedang keluar untuk menuju bawah tower mengambil air wudhu. Di samping kanan depan seorang berpeci hitam bercorak batik dengan balutan koko putih sambil menggenggam microfon ditangannya, melantunkan syair karangan syaikh umar yoto.

Syair dengan bunyi, wannahwu aula awwalan ayyu’lama, idhil kalamu dhunahu layyufhama…, terdengar begitu syahdu dan fasih dilantunkan.
Sekilas kulihat dengan pandangan mataku yang masih sayu,
lelaki itu ternyata kang Syafi’i.

Pria hitam manis yang agak pendiam asal Blora tersebut kuamati dari hari- kehari, akhir-akhir ini memang dialah yang sering memulai konser perdana di sepertiga malam. Tugas kang Bahrul Ulum, yang juga seksi kerohanian semakin terbantu.

Dahulu, sebelum kang Syafi’I di beri amanat sebagai Sieroh, kerja kang Bahrul memang super ekstra berat. Dari semua rekan satu tim di sieroh, hanya dia yang kelihatan bisa optimal. Rekan Sieroh yang lain agak jarang terlihat membantu, bukannya tidak membantu, mungkin sibuk sebagai aktivis kampus dan aktivis kamar.

Dia juga semakin rajin traveling ke kamar-kamar membangunkan manusia-manusia bersarung yang masih terbuai mimpi di singgasana malam. Maklum, dia adalah seksi kerohanian baru, yang belum sebulan dilantik sebagai pengurus baru.
Dengan suaranya yang indah, fasih dan sedikit bercengkok dangdut, seringkali menggetarkan hati dan memikat santri putra dan putri datang beri’tikaf di aula menyebar benih suci di sepertiga malam, sebagai persiapan dalam berlomba-lomba membajak ladang amal untuk meningkatkan prestasi keimanan dengan melakukan ritual sholatullail.

Menurut kitab ta’lumul muta’alim, bangun disepertiga malam itu banyak mendapatkan hikmah dan karomah.
Bangun saja aja mendapatkan barokah, apalagi kalau di disi dengan kegiatan bermanfaat seperti ritual sholat tahajut dan sholat hajat yang rutin dilaksanakan secara berjamaah. Bangun di sepetiga malam untuk melaksanakan ritual tersebut memang tidak mudah, banyak godaan yang menyertai. Seksi kerohanian yang berjumlah tiga santri saja, walaupun kadang sudah optimal melaksanakan tugas membangunkan santri untuk sholat malam, kenyataannya masih saja hanya berkisar 2,3 shof yang mengisi barisan ma’mum.

Jika melihat barisan sholat malam yang sering berkurang, tidak jarang Abah kyai Masyrokhan, selaku Pengasuh pondok melakukan inspeksi mendadak dengan membangunkan santri yang masih tidur di kamar-kamar. Inspeksi mendadak dari abah yai inilah yang kadang manjur untuk mengajak bermunajat di atas karpet hijau.

Sebagai santri semestinya dapat menempatkan diri dan membagi waktu dengan baik. Banyaknya aktivitas sangat menyita banyak energi. Tentunya aktivitas yang dilakukan santri di di pondok tentu lebih banyak hal positif yang dilakukan.

Orang yang melakukan perbuatan baik tentu banyak cobaannya. Begitu juga di Pondok Pesantren Durrotu Aswaja, cobaan yang dalami santrinya juga banyak. Mulai dari penyakit, masalah kuliah, pacar, keuangan yang mungkin seret, masalah dosen dan sebagainya. Tapi yakinlah bahwa cobaan yang dialami seorang hamba yang sedang melakukan kebajikan jika mereka mampu mengatasinya Allah akan menaikkan derajatnya.
Jadi marilah kita berlomba-lomba berbuat kebajikan. Untuk meningkatkan prestasi keimanan kita perlu upaya nyata untuk mewujudkannya. Janganlah putus asa. Semangat menggarap PR surga hendaknya melekat dalam jiwa kita. Lakukanlah sesuatu yang terbaik untuk mengagapai mimpi menuju keberhasilan hidupmu.

Muhammad Noor Ahsin
Santri Ponpes Durrotu Aswaja

Hikmah Sebuah Masalah Kuliah

Brengsek, sudah dua jam lebih aku menunggunya. Tapi apa yang kudapatkan? Waktuku jadi terbuang sia-sia. Dengan memakai celana hitam, hem warna putih yang baru kuseterika. Aku pun merapikan penampilanku di depan kaca. Rabu pagi pukul sebilan aku janjian sama dosenku untuk mengikuti ujian tambahan. Aslinya malas banget sich. Bayangkan saja setiap janjian dengan dosenku yang berinisial BN (nama sengaja saya samarkan), dengan enaknya selalu dibatalkan.

Setelah rapi aku pun bergegas turun ke lantai bawah. Melewati tangga yang belum jadi. Setelah sampai bawah. Aku menuju tempat rak sepatu, kulihat dengan seksama sepatu ku ternyata tidak ada. Ah…..mungkin sedang di alap barokah, batinku dalam hati. Di pondok itu memang banyak ujiannya. Tapi aku khusnudhon saja. Seperti biasa aku pun mengambil sepatu pantofel warna hitam di rak sepatu sebelah atas yang merupakan sepatu milikku.

Belum sampai beres memakai sepatu, dering suara HPku berbunyi. Kucoba meraih Hpku yang aku taruh di dalam saku. Kubuka ternyata SMS dari Murni, dia adalah teman sekampusku. Dalam isi SMSnya, kubaca berbunya, ”Sin sekarang cepat ke kampus.” Kupikir cepat banget dia sampai kampus. Dia sudah menunggu aku di sana. Lalu aku coba membalas SMSnya, satu demi satu ketikan SMS dengan jempolku sudah jadi, aku jawab saja, ya bentar lagi aku sampe kampus, jawabku.

Melewati jalan paving sebelah timur warung kita aku bergegas menuju kampus lewat jalan keci menuju toko rizkia, setelah sampe jalan aku menyeberang jalan. Kuperhatikan warung Mbah Man yang terletak di dekat jalan ada seorang temanku yang sedang asyik makan bakso, aku pun menyapanya dengan senyuman saja. Setelah sampe di teras kampus gedung B1 106, kulihat Murni sedang duduk di kursi panjang depan kantor TU dosen. Dengan memakai hem putih, rok hitam dan kudung hitan, ditambah balutan jaket tipis warna hija dia, melambaikan tangannya.

“ Sin kesini Sin”
“Pak BN sudah datang belum.” tanyaku.
“Belum,” jawabnya.
Aku pun duduk mendekat disampingnya. Dia ternyata sudah menunggu dari tadi. Murni adalah seorang cewek asal kabupaten Pati. Wajahnya lumayan manis. Tubuhnya juga seksi. Tapi sayang, dia sudah punya orang lain. Dia juga sudah menikah waktu semester 4 dan kemarin saja malah dia baru melahirkan seorang anak. Walaupun sudah nikah, tapi semangat belajarnya untuk cepat lulus sangat tinggi.

Tidak lama setelah kami berbincang-bincang. Datang temanku Akib dari arah timur. Dia duduk di sampingku. Dia juga sedang menuungu dosen untuk tes tambahan micro teaching. Lima menit kemudian datangnya mbak Siti Nurhidayah. Dengan memakai jaket kotak-kotak dengan menenteng sebuah tas hitam dia menghampiri kami.

“Kok baru datang mbak,” tanyaku.
“ iya, tadi aku dapat SMS dari pak BN, intinya dia akan datang ke kampus pukul sepuluh kang.” Jawabnya, sambil memperlihatkan SMS yang ada di dalam hpnya.
Sudah satu jam kami menunggu pak BN. Ternyata tidak datang. Kucoba menelponnya. Ternyata diangkat. Lho kok cewek yang ngangkat, batinku.
“ ni dengan siapa ya? ada perlu apa?” kata wanita tadi.
“ ini Akhmad, Bu mahasiswa pak BN.” Jawabku.
“Pak BN sekarang lagi dimana Bu,” tambahku.

“ oh.. dia baru saja keluar dari yayasan Ummul Quro’, mungkin sedang ke kampus. Ditunggu saja mas” bujuknya.
“ ya buk”, jawabku.
Setelah, kami tunggu-tunggu dengan harap-harap cemas. Tepat pukul setengah sebelas pak BN baru hadir. Kami pun langsung menyusulnya. Pak BN mengatakan,
“untuk ujiannya, sesuai dengan rapat dosen pengampu akan dilaksanakan hari senin mendatang, tepatnya tanggal 21.”
“ Jadi di undur lagi Pak,” kata murni. Dengan wajah yang agak kesal.
“ iya, jadi kalian bisa persiapan lebih lama” kata BN.

Kami pun akhirnya, pulang. Murni kelihatan sangat jengkel sekali dengan pak BN. Akib yang jauh-jauh dari tempat KKN PBA di Gabus, terpaksa harus kembali ke posko dengan penantian yang sia-sia. Aku berjalan melangkah pulang ke Pondok Pesantren Durrotu Aswaja bersama Mbak Siti Nurhidayah yang memang satu pondok denganku.
“emang jengkelke banget, pak BN” kata Hidayah dengan nada keras sambil meremas tas hitam bercorak gasis yang sedang dibawanya.

“moso’ setiap janjian, mesti dibatalke, padahal keto’e pak BN yo ora sibuk-sibuk banget.” Tambahnya.
“wes piye meneh mbak, pak BN pancen ngono.” Sabar wae. Yo mugo-mugo ora molor meneh.” Kataku.
Tidak sampe sepuluh menit, saya pun sudah berada di kamar. Jaket hitam kutaruh di gantungan baju. Aku pun langsung ganti baju dengan menakai kaos dan sarung kotak-kotak warna hijau. Setelah itu, aku berusaha merebahkan tubuhku di atas karpet hijau didalam kamar pengurus. kulihat, sebelah atas jam dinding menunjukkan pukul 11.30 WIB. Aku pun meraih Koran kompas yang ada disampingku. Pondokku memang langganan Koran kompas sebagai suplemen agar santri yang juga mahasiswa tidak kuper dan selalu megikuti informasi.

Kubuka lembaran kompas satu demi satu. Memang dari pagi tadi aku tidak sempat untuk membaca. Jadi siang ini baru bisa membaca Koran.
Ketika azan dhuhur berkumandang. Aku pun menyudahi baca korannya. Kulihat kang yusuf datang dari pintu samping, kemudian tidur di sampingku. Mungkin dia kelelahan, sehingga datang langsung merebahkan tubuhnya.

Setelah kegiatan siang itu aku lalui. Sorenya jam dua siang dari pada aku tidur mending aku isi dengan kegiatan positif. Aku pn bergegas datang ke tempat spesialku dengan tujuan ingin menghatamkan bacaan buku yang belum sempat akau khatamkan.
Malamnya, pukul 20.00 aku datang ke joglo untuk mengikuti rapat koordinasi demo expo. Aku memang menjadi bagian dalam panitia tersebut. Rencananya sih panitia pengen mendatangkan band nasional, kerispatih. Juga membahas tentang persiapan yang lain.
Dalam rapat itu aku mendapatkan banyak pengetahuan dari panitia yang kebanyakan terdiri dari beberapa jurusan yang berbeda-beda di Unnes. Setelah selesai aku mencari komputer untuk menuliskan ide-ideku yang tercecer sebelum aku tidur.


Muhammad Noor Ahsin
Santri Ponpes Durrotu Aswaja
Mahasiswa Universitas Negeri Semarang