Senin, 14 November 2011

Perjalananku Menuju Madrasah TBS Kudus

Kala itu, matahari mulai menyinari rumahku, di desa di Besito Kauman Kecamatan Gebog Kudus,pada hari Seni, 14 November 2011. Setelah berpakaian rapi, Aku bergegas ke luar rumah. Setelah siap, lalu aku berangkat menuju sekolah di MA NU TBS Kudus. Dengan menggunakan sepeda motor, saya Menuju ke arah selatan. Dari perempatan di Toko milik Bung tomo lalu aku belok ke kanan. Kurang lebih sekitar 200 meter saya sampai di jalan raya. Jalan raya Besito raya. Di sebuah pertigaan, sebelah utara kantor BRI unit Gebog. Sebelumnya saya melihat orang-orang bermain di lapangan voli, di sebelah kiri jalan, dan juga ada tempat selepan padi di kanan jalan.

Setelah melihat ke kiri dan ke kanan, aku langsung meluncur menggunakan motor Shogun merahku ke sebelah selatan. Melewati pasar Besito Kecamatan Gebog lalu lurus ada pabrik benang yang kebanyakan orang menyebutnya dengan nama Tubantia. Selang beberapa menit sampai di perempatan Besito. Di perempatan Besito laju kendaraan saya tidak saya percepat. Karena di situ ada bayak siswa siswa berseragam putih biru dari sisi kiri jalan yang akan menyeberang ke kanan jalan. Mereka adalah murid-murid SMP 2 Gebog. Biasanya kalau pagi di perempatan besito memang selalu ramai.

Dari perempatan itu lalu saya meluncur ke selatan. Melewati desa Karang Malang. Di kiri dan kanan jalan banyak saya jumpai berbagai tanaman. Yang hijau dan menambah suasana jadi tambah asyik. Tidak lama berselang saya telah melewati perempatan panjang, yang ada di barat. Lalu saya meluncur lagi ke selatan. Melewati rumah tukang sunan, yaitu pak totok yang ada di desa peganjaran. Lalu melewati pertigaan gribig, kemudian sampailah di pertigaan sebelah selatan pabrik elektronik Polytron di kota Kudus.

Dari pertigaan itu lalu saya ambil arah ke kiri. Meuju ke arah perempatan sutjen. Jika pagi hari, di perempatan sutjen ini saya selalu menjumpai seseoang lelaki yang berdiri di tengah jalan. Sambil membawa sempritan. Pakaiannnya seperti pakaian polisi. Ia memamai baju warna coklat, dengan penutup kepala mirip seorang polisi. Pakaiannya kelihatan lusuh. Tubuh orang itu pun sangat jauh dari kesan gagah. Tubuhnya kurus dan agak dekil. Kulihat juga ada pistol mainan dari kayu yang diselipkan di pinggangnya sebelah kanan.

Dia sebenarnya tidak seorang polisi. Menurut beberapa orang yang pernah kutanyai. Orang tersebut dulu memang ingin menjadi seorang polisi. Karena cita-citanya tidak kesampaian mentalnya pun terganggu. Tapi dia tidak galak. Bahkan baik hati membantu orang lain dengan “menjadi polantas amatir” di perempatan sutjen. Jasanya memang banyak. Walaupun tidak pernah digaji, tapi dia tetap setia menjadi seorang polantas di pagi hari. Terkadang, orang yang kasihan pun menghampirinya dengan memberikan uang, rokok, bungkus jajanan dan sebagainya. Hal itu menunjukkkan bahwa masyarakat meilimki kepedulian social yang tinggi terhadap orang tersebut.

Dari perempatan itu lalu saya menuju kea rah timur, yaitu melewati jalan KH Turaichan Adjuri. Di jalan inilah kalau pagi banyak para siswa dan masyarkat yang lewat. Para siswa berpeci pun banyak. Karena sebagian besar yang lewat adalah para siswa yang sekolah di TBS. di sebelah kana nada MI TBS, selang beberapa meter pun kulewati gedung MTs TBS. kemudian saya lurus lalu sampailah pada sebuah gedung di sebelah kiri jalan yang cukup megah. Gedung tersebut terdiri dari tiga lantai yang membujur panjang ke utara. Catnya berwarna hijau, dengan halaman yang cukup luas. Di depan gedung terdapat beberapa pohon peneuh yang cukup rimbun. Pohon ini cukup memberikan kesejukan dan membuat suasana semakin asri. Di depan gedung tersebut ada sebuah papan hijau yang tulisannya berwarna putih. Di papan itu ada tulisan MA NU TBS Kudus dengan tulisan yang tegas.

Di depan gerbang gedung tersebut tengah ada seseorang yang berdiri. Seorang yang tingginya kurang lebih 165 cm. dengan memakai topi dan baju warna putih. Serta celana warna biru. Sambil membawa sempritan ia membantu para siswa untuk menyabrang. Ia adalah pak satpam MA NU TBS Kudus yang bernama Bp. Sadarudin. Atau kadang dipanggil dengan mas Sadaruddin, hal itu karena usianya yang memang masih sangat muda sekitar 21 tahun. Bersambung………..

Tidak ada komentar: