Minggu, 29 Maret 2009

Menyoal Intelektualitas Mahasiswa

Mulai minggu pertama tahun baru 2009 ini, kampus Unnes akan mengadakan hajat besar. Setelah menjalani masa libur hari tenang, mahasiswa Unnes wajib mengikuti rangkaian ujian semesteran yang menjadi agenda universitas. Sebagai mahasiswa, sudah semestinya kita belajar giat untuk meraih nilai yang bagus. Tentunya kita tidak menginginkan jika hasil ujian nanti kita mendapatkan prestasi akademik dengan IP Nasakom (nasib satu koma).

Sebagai mahasiswa yang katanya agen of change, atau disebut sebagai “kaptennya peradaban” belajar giat menjadi syarat mutlak yang harus dilakukan. Jangan sampai waktu kuliah yang singkat kita habiskan untuk hal yang kurang bermanfaat. Orang tua kita sudah banting tulang memeras keringat untuk mencerdaskan anaknya. Mereka tentu ingin memberikan bekal ilmu kepada kita untuk masa mendatang. Karena membekali ilmu dengan pendidikan di sebuah universitas merupakan investasi masa depan yang sangat berharga. Dengan prestasi akademik yang bagus, para orang tua berharap kelak kalau lulus, kita bisa sukses dan mudah mendapatkan pekerjaan.

Pertanyaannya, apakah nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang bagus bisa menjamin mahasiswa untuk sukses dan mudah mendapatkan pekerjaan? Tentunya tidak. Selain IPK yang bagus, banyak hal lain yang menjadi faktor kesuksesan seseorang. Selain cerdas secara intelektual (IQ) dengan perolehan nilai akademik bagus, kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) juga menjadi faktor penting kesuksesan hidup kita.

Disamping itu, perlu kiranya mahasiswa membekali diri dengan keterampilan khusus (Soft skill). Semisal ikut organisasi intra kampus seperti, HIMA, BEM, UKM atau ikut organisasi ekstra kampus. Berbagai keterampilan itu sedikit banyak kelak tentu akan sangat bermanfaat bagi kita. Mengingat, banyak berita yang menyebutkan bahwa lulusan perguruan tinggi malah kesulitan mencari pekerjaan. Membludaknya lulusan sarjana pertahun memang tidak sebanding dengan banyaknya lapangan pekerjaan yang tersedia. Yang kalah bersaing mencari pekerjaan akan tersingkir. Jika demikian, apakah mau jika kelak predikat “pengangguran intelektual” tersemat pada diri kita?

Uraian, di atas patut menjadi renungan bersama. Jika ingin sukses menjadi mahasiswa, kita harus punya target kesuksesan yang jelas pula. Hal itu tidak dapat diraih tanpa komitmen dan kerja keras pantang menyerah untuk menggapainya. Rasa malas, kadang seringkali muncul, itu wajar. Tapi kita harus melawannya. Berbagai tugas kuliah sedapat mungkin kita kerjakan dengan maksimal. Kadang, menunda- nunda tugas dan meyepelekan hal-hal kecil, bisa menjadi bumerang bagi kita.

Dampaknya, nilai di KHS kita bisa hancur, atau saya katakan tadi IP Nasakom. Hal itu pun bisa berakibat pada terbatasnya pengambilan jumlah SKS semester depan. Faktor seperti itulah yang menjadi penyebab mahasiswa lulus telat, bahkan di DO (drop out) kalau melampui batas maksimal 14 semester sesuai yang ditetapkan Universitas. Biar bagaimana pun, prestasi akademik dengan nilai IPK bagus itu penting. Karena itu menjadi satu indikator parameter keberhasilan mahasiswa. Jangan kecewakan orang tua kita dengan nihilnya prestasi selama kuliah. Lawan rasa malas. Mari teruslah belajar, berjuang, dan bertaqwa untuk menggapai kesuksesan masa depan yang lebih cerah. Hidup mahasiswa!!!


Muhammad Noor Ahsin
Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Unnes
Pembelajar di Komunitas Harmoni
Semarang.

Tidak ada komentar: